Situs Arkeologi Babad sejarah Kampung Buni, babelan

on Senin, 22 September 2008




Matahari belum terik ketika Tua Masna menyebar benih padi di petak sawah milik H Jari. Pandangan perempuan asal Kampung Buni, Desa Muara Bakti, Babelan, itu tiba-tiba tertuju pada satu benda dengan warna keemasan, mencuat dari lubang di lahan sawah yang becek.
Tua Masna mengorek benda yang terbenam itu. Setelah benda itu dicuci sekadarnya, Tua Masna terkejut karena ternyata giwang emas. Lantaran masih tak yakin, Tua Masna lalu membawa temuannya itu ke seorang tukang emas di kampungnya.

"Setelah diperiksa, ternyata giwang itu memang dari emas. Penduduk di kampung ini lantas beramai-ramai menggali di sawah milik H Jari sampai sawah itu rusak," kata Sakihudin (52), cucu Tua Masna, menuturkan peristiwa yang terjadi sekitar 46 tahun silam tersebut.
Menyusul penemuan Tua Masna, penggalian liar di kampung ini tak terbendung. Semakin banyak warga Kampung Buni yang menemukan perhiasan emas. Tidak jarang pula mereka menemukan kerangka manusia atau periuk kuno di dekat kerangka itu saat sedang menggali.
Penggalian liar oleh warga dapat dilarang beberapa kali, baik oleh pemilik sawah maupun pemerintah, namun tetap saja ada yang secara sembunyi-sembunyi melakukan penggalian. Sakihudin menuturkan, karena banyaknya penemuan perhiasan emas dan seringnya warga bertransaksi menjual emas, Kampung Buni lalu lebih dikenal dengan nama Kampung Pasar Mas.
Membuka rahasia
Penemuan Tua Masna dan warga Kampung Buni itu sendiri menjadi kunci yang membuka rahasia sejarah peradaban manusia Indonesia. Dari hasil penelitian arkeolog yang dilakukan beberapa tahun setelah penemuan giwang emas, tanah di Kampung Buni ini diketahui menyimpan peninggalan arkeologi dari masa prasejarah hingga masa berdirinya kerajaan tertua di Jawa, yakni Tarumanegara.
"Benda-benda peninggalan arkeologi yang ditemukan di Buni menunjukkan bukti adanya kehidupan masyarakat zaman akhir prasejarah di pantai utara Jawa Barat hingga masa Kerajaan Tarumanegara," kata Hasan Djafar, arkeolog dari Universitas Indonesia, Rabu (30/5).
Hasil penelitian para arkeolog juga menunjukkan, benda-benda tinggalan arkeologi serupa di Buni ternyata ditemukan pula di tempat lain. Daerah sebarannya luas, meliputi sepanjang pesisir pantai utara Jawa Barat, mulai Tangerang, Jakarta, Bekasi, hingga Karawang dan Cirebon.
Dalam dunia arkeologi, daerah sebarannya itu dikenal dengan istilah kompleks tembikar Buni (Buni Pottery Complex). Sejumlah arkeolog juga menyebut daerah sebaran tembikar Buni itu dengan Horison Buni.
Beberapa bukti peninggalan arkeologi sezaman yang sudah ditemukan antara lain prasasti Tugu di Cilincing, Jakarta Utara, dan kompleks candi tertua di situs Batujaya di Karawang.
Sayangnya, penggalian liar dan penjarahan perhiasan selama hampir tiga dasawarsa nyaris merusak seluruh bukti sejarah peradaban Nusantara di Kampung Buni. Kondisi ini diperparah dengan pembangunan terusan kanal Cikarang Bekasi Laut sekitar tahun 1980.
Dari sejumlah temuan yang dapat diselamatkan, bukti peninggalan Buni ini meliputi peralatan batu dari masa neolitik, artefak dan perhiasan dari masa perunggu, hingga perhiasan dari masa Kerajaan Tarumanegara.
Bercocok tanam
Hasan menambahkan, dari peninggalan arkeologi yang ditemukan, masyarakat di sepanjang pesisir utara Jawa Barat, termasuk di Kampung Buni, diketahui sudah mengenal budaya bercocok tanam dengan teknologi bertani. Komunitas Buni juga sudah menjalin kontak dengan bangsa India, diperkirakan mulai abad ke-2 Masehi.
Dari sejumlah tulisan dan referensi lain yang diperoleh, bukti-bukti hubungan dua peradaban, Nusantara dan India, antara lain dari penemuan gerabah atau tembikar Arikamedu, berasal dari pelabuhan di India selatan, di sejumlah situs arkeologi di Tanah Air, termasuk Buni.
Sisa peninggalan bersejarah itu hingga kini masih tersimpan di lahan-lahan milik warga Buni. Sakihudin menuturkan, Pemerintah Kabupaten Bekasi pernah berencana menjadikan kampung itu sebagai kawasan situs sehingga peninggalan arkeologi yang ada dapat diselamatkan.
"Dulu pernah ada rencana untuk melindungi situs ini, tetapi sampai sekarang belum terwujud. Sampai saat ini tidak ada perhatian terhadap situs ini," ujar Sakihudin. (cok) dari berbagai sumber

Baca Selengkapnye......